(0362) 21684
dishub@bulelengkab.go.id
Dinas Perhubungan

10 Pelanggaran lalu lintas paling sering terjadi

Admin dishub | 23 Mei 2016 | 148114 kali

Meski berbagai aturan sudah dikeluarkan untuk membuat situasi lalu lintas tetap kondusif, pada kenyataannya masih saja banyak pengguna jalan yang tidak mengindahkan aturan-aturan tersebut. 

Berbagai pelanggaran kerap dilakukan. Ironisnya, kelalaian tersebut tak jarang merugikan orang lain. Seringkali terjadi kecelakaan yang membuat orang lain terluka atau bahkan tewas. Apa saja jenis pelanggaran yang sering terjadi? Berikut hasil jajak pendapat Litbang KORAN SINDO terhadap 400 responden. 

Menerobos Lampu Merah 

Lampu lalu lintas atau traffic light merupakan sebuah komponen vital pengaturan lalu lintas. Namun ironisnya, pelanggaran terhadap lampu lintas ini justru menempati urutan pertama sebagai jenis pelanggaran yang paling sering dilakukan pengguna kendaraan bermotor. Sedang terburu-buru serta tidak melihat lampu sudah berganti warna, adalah beberapa alasan yang sering terlontar dari si pelanggar. 

Tidak Menggunakan Helm 

UU no 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan sudah mengatur mengenai kewajiban pengendara untuk penggunaan helm berstandar Nasional Indonesia (SNI). Bahkan dalam UU tersebut dengan jelas tertera pula sanksi jika pengemudi tidak mengenai helm, maka ia bisa dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp250.000. Namun, pada prakteknya, lagi-lagi aturan ini sering diabaikan. Rata-rata beralasan, mereka enggan menggunakan helm karena jarak tempuh yang dekat serta merasa tidak nyaman. 

Tidak Menyalakan Lampu Kendaraan 

Pasal 107 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyatakan bahwa Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib menyalakan lampu utama Kendaraan Bermotor yang digunakan di Jalan pada malam hari dan pada kondisi tertentu. 

Kemudian pada ayat kedua dinyatakan Pengemudi Sepeda Motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari. Pelanggaran sering terjadi, terutama untuk kewajiban menyalakan lampu di siang hari. Rendahnya tingkat kedisiplinan pengguna jalan atau mungkin kurangnya sosialisasi khususnya untuk lampu di siang hari bisa menjadi penyebab seringnya aturan ini dilanggar. 

Tidak Membawa Surat Kelengkapan Berkendara 

Aksi tilang yang dilakukan pihak kepolisian juga sering terjadi terhadap pengendara yang tidak membawa surat-surat berkendara seperti Surat Izin Mengemudi (SIM) serta Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). Berbagai operasi yang tengah gencar dilakukan aparat acapkali mendapati pelanggaran semacam itu. Banyak diantara mereka yang belum memiliki SIM karena belum cukup usia, namun memaksakan diri untuk mengendarai sepeda motor. Hal ini tentunya bisa membahayakan keselamatan diri sendiri dan orang lain. 

Melawan Arus (Contra Flow) 

Di kota-kota besar seperti Jakarta, para pengendara sepeda motor acapkali bersikap seenaknya di jalanan dengan “melawan arus”. Mereka seolah tutup mata dengan adanya pengendara lain yang berjalan berlawanan arah dengan mereka. Kasus kecelakaan di jalan layang non tol Kampung Melayu-Tanah Abang yang terjadi 27 Januari 2014, tak membuat jera para pengendara motor lainnya. Pada saat itu, seorang pengendara motor nekad untuk melawan arus akibat menghindari razia. Akibatnya, istrinya tewas karena jatuh terpental. Di beberapa titik jalan lainnya di Ibukota, aksi nekad ini juga seringkali terjadi. 

Melanggar Rambu-Rambu Lalu Lintas 

Pelanggaran terhadap rambu-rambu lalu lintas acapkali terjadi. Parkir di bawah rambu dilarang parkir serta berhenti di depan tanda larangan stop sudah menjadi aktivitas yang sering dilakukan. Padahal menurut ketentuan pasal 287 ayat (1) UU No.22 tahun 2009, jenis pelanggaran tersebut bisa terancam hukuman pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp500.000. 

Namun, nyatanya aturan ini seperti tanpa taring. Mengatasi hal tersebut, Pemrov DKI juga tengah gencar melakukan penertiban dengan memberikan sanksi kepada pelanggar, seperti melakukan gembok roda, pengembosan ban dan bahkan langsung melakukan penderekan.

Menerobos Jalur Busway 

Maraknya kecelakaan akibat aksi nekad pengendara yang masuk ke jalur busway juga tidak membuat pengendara lainnya jera. Begitu penjagaan dari para petugas mengendur, tindakan indisipliner ini akan kembali berulang. Padahal sanksi yang dikenakan untuk pelanggaran ini juga tidak ringan. Alasan menembus kemacetan seringkali dilontarkan para pelaku pelanggaran tersebut. 

Penggunaan Kendaraan yang Tidak Memperhatikan Aspek Keselamatan 

Saat ini banyak sekali pengendara yang memodifikasikan kendaraannya namun tidak sesuai dengan standar keamanan. Misalnya saja odongodong. Kendaraan ini awalnya adalah minibus. Namun kendaraan ini kemudian dimodifikasi menjadi odongodong yang penggunaannya juga tidak sesuai peruntukan sehingga membahayakan keselamatan. Mengendarai motor dengan muatan lebih juga masuk dalam kategori ini. Banyak peristiwa kecelakaan karena pengemudi memaksakan kendaraannya dijejali dengan jumlah penumpang yang tidak sesuai kapasitas. 

Tidak Menggunakan Spion 

Pentingnya kesadaran menggunakan kaca spion saat berkendara seringkali diabaikan. Padahal kaca spion dapat membantu pengemudi untuk memastikan bahwa kondisi saat itu kondusif untuk membelokkan kendaraan. Hal ini juga berguna untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan. Berdasarkan Undang-Undang No. 2 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 285 ayat 1, pengendara akan ditilang atau didenda sebesar Rp250.000 jika kendaraannya tidak dilengkapi dengan kaca spion. 

Berkendara Melewati Trotoar 

Seyogyanya trotoar merupakan tempat bagi pejalan kaki. Namun nyatanya, hak pejalan kaki juga diserobot oleh para pengendara motor. Dengan tanpa merasa bersalah, mereka mengendarai kendaraannya diatas trotoar sehingga memaksa pejalan kaki untuk mengalah dengan alasan menghindari kemacetan. Untuk mengantispasi hal tersebut, saat ini banyak kampanye uang menyerukan pengembalian trotoar sebagai sarana bagi para pejalan kaki. 

Download disini